Sabtu, 28 Februari 2015

Economance: Equilibrium Point, Antara Harapan dan Kenyataan

Content Warning: Bagi yang berharap ini adalah tulisan ilmiah yang penuh pemikiran dan filosofi, silahkan tutup halaman ini sebelum anda menyesal lebih jauh. Tulisan ini merupakn tulisan yang lebih tidak ilmiah dari primbon, karena penulisnya bukanlah ahli ekonomi. Walaupun penulis merupakan sarjana ekonomi dan lulus dengan waktu yang tergolong cepat, namun penulis tidak pernah lulus dengan predikat cumlaude. Bahkan, nilai ekonometri 1 penulis sewaktu s1 dan nilai ekonomi makro 1 sewaktu s2 adalah C. sehingga penulis tidak dapat dikategorikan sebagai orang pintar, apalagi ahli debus :)



Perhatikan gambar diatas. Ini adalah gambar yang gw lihat ketika gw pertama kali kuliah di FEB UGM, yaitu kelas pengantar ekonomi mikro. Setelah masuk kelas pengantar mikro dan melihat gambar disamping ini, hidup gw berubah total. Nah, kalau kalian melihat gambar disamping ini, siap-siap aja hidup kalian akan berubah seperti hidup gw. Jadi gimana? Masih mau lanjutin baca???? :p

Kalau kata dosen gw, kurva ini adalah biangnya ekonomi. Tujuan utama orang belajar ekonomi adalah bagaimana bisa mencapai atau bisa ‘menggambar’ titik yang terdapat digambar sebelah ini.  Semua ekonom ingin mencapai titik (tuh buletan yang warna warni hijau, biru dan merah) yang ada pada kurva ini, titik-titik tersebut adalah titik yang kita sebut dengan titik equilibrium atau titik keseimbangan. Jadi, terus ngapain si ekonom-ekonom ini bikin hidup gw susah pakai vector, integral, dan menghitung bangunan 4 dimensi segala ya kalo cuma mencari titik doang? Athir abe aja bisa kok gw suruh gambar titik dan garis. Entahlah…kadang disitu saya merasa sedih…..

Sebenarnya bila kita perhatikan, si kurva ini mirip banget sama tujuan hidup kita, terutama masalah jodoh, ya? Jodoh bisa apa saja lhoo…bukan hanya jodoh pacar, suami atau istri. Jodoh bisa juga menemukan kerjaan yang cocok, menemukan sekolah anak (curhat), menemukan mobil idaman, menemukan rumah idaman, menemukan nanny buat anak, menemukan tempat makan baru, bahkan sampai menemukan tempat parkir, juga sebenarnya menggunakan konsep kurva ini lhooooo :)

                                                                                                                          
Kenapa gw bisa bilang bahwa kurva ini menggambarkan hidup kita? Ok, mari kita bahas mengapa bisa begitu. Gw akan ambil contoh urusan percintaan. Makanya gw kasih judul economance (romance from economics point of view).

Dalam percintaan, terdapat dua orang pelaku. It takes two to tango. Biasanya sih cewek-cowok… tapi yaaa…klo kepepet cowok-cowok atau cewek-cewek juga boleh deh yaaa…. Yang penting kasih sayang :S nah si kedua orang ini, yang sejenis atau beda jenis, akan berperan sebagai supplier dan demander. Secara ekonomi, kalau supply ketemu demand, maka terciptalah titik equilibrium. Singkat cerita, barang dagangan laku, abis nggak bersisa dan tidak ada orang ingin membeli barang tersebut yang tidak kebagian. Kalau barang habis, tetapi masih ada atau banyak orang yang mau beli dan nggak kebagian, itu namanya excess demand atau shortage supply. Bukan kondisi equilibrium. Itu dia mengapa equilibrium disebut sebuah titik, hanya terjadi pada satu waktu. Sangat kecil kemungkinannya atau hampir tidak mungkin untuk terjadi dua kali dengan kondisi yang persis sama. 

Sebagai contoh, hari ini, lo jualan kue, dengan harga tertentu. Kue laku. Tidak ada orang yang datang lagi yang mau mambeli ketika kue habis. Besok apa bisa hal itu terjadi lagi? Ada 3 kemungkinan:

  1. .         Kue lo sisa karena lo bikin lebih banyak namun orang yang beli tidak sebanyak yang lo harapkan (lo merasa bahwa kemarin aja laku, mana tau hari ini bisa jual lebih banyak lagi, makanya lo bikin lebih banyak kue, atau lo bikin dalam jumlah sama, tapi pembelinya yang berkurang aja)
  2. .          Kue lo enak,beritanya nyebar di twitter, FB, atau ada teman pembeli lo yg nitip, sehingga kue lo habis padahal masih banyak orang yang mau beli walaupun lo udah bikin lebih banyak (tandanya lo shortage supply atau excess demand adalah ketika ada orang dateng ke lo dan bertanya “kuenya masih ada nggak?” dan lo menjawab “yaa…udah abis. Besok bikin agak banyak deh ya?")
  3.       Bikin lebih banyak, lebih sedikit atau sama dengan kemarin kue, dan terjual habis tanpa ada kondisi excess demand atau shortage supply.

Dari ketiga kondisi diatas, walaupun kesempatan terjadinya sama-sama 1/3, but really…..kira-kira yang bakal kejadian yang mana? Hayo yang lagi bikin thesis atau disertasi…lo teliti deh tuh. Gw sih ogah. Mendingan gw beli kue di coffee bean, lagi diskon 50% kalau pakai kartu kredit gw :p

Hal yang sama terjadi juga dalam kehidupan sehari-hari kita. Termasuk dalam kehidupan percintaan. Setiap orang punya jodohnya masing-masing. Ada yang jodohnya lebih dari sekali, ada yang jodohnya walaupun sekali, kok nggak dateng-dateng ya??? Naaahhh…mungkin lo lagi dalam kondisi excess supply atau excess demand :) kenapa bisa begitu?

Sebagai supplier, lo adalah orang yang beredar di bursa jomblo. Lo ini commodity. Lo adalah penyedia barang/jasa. Buyer lo adalah orang yang nembak lo atau yang PDKT sama lo. Kalau orang yang naksir atau Cuma nitip salam itu, statusnya cuma orang yang punya wants. Kalau yang ga naksir tapi oke buat jadi pasangan lo, namanya potential buyer.Bedanya apa?

Demand = naksir dan bikin move. Punya modal, ga Cuma PHP.

Wants = naksir doang tapi nggak bikin move. Bisa karena dia nggak punya modal, or he/she just doesn’t have balls to do it.

Potential buyer = punya potensi, tapi nggak bikin move, dan lo pengen dia untuk bikin move.

Secara ekonomi, masih debatable apakah yang dateng duluan itu demand atau supply. Waktu jaman sebelum great depression 1929, para ekonom menyebutkan bahwa supply creates it’s own demand. Tapi kemudian setelah ada great depression, situasi mulai berubah. Para pengusaha atau pencipta barang/jasa banyak yang liat dulu kondisi demand sebelum menciptakan suatu barang/jasa, atau situasi ini disebut dengan demand creates it’s own supply. Nggak mutlak sih, makanya masih debatable. Kasusnya mirip-mirip dengan apakah gw pengen nambah anak lagi (bayu langsung pucet).

Untuk urusan kurva, Kita bahas dari sisi supplier dulu karena D comes before S (I know, right??!!??)

Supply can appears when there is a demand. Lo bisa mendadak suka sama seseorang kalau orang ini semangat banget bikin move ke lo. Hal ini terutama melanda cewek-cewek. Ibarat kata kalau ban mobil kena paku walaupun kecil, tusuk sedikit, nanti juga lama-lama kempes sendiri, yang penting pakunya nancep terus (tenang,,,analogi ini bisa aja gw edit sewaktu-waktu klo gw nemu analogi yang lebih keren). Kalau ini sih ya nggak usah di debat lah yaaa…..intinya, titik equilibrium eventually akan tercipta tergantung dari seberapa rigid kurva demand yang tercipta. Hehehe.

Namun, bagaimana bila yang tercipta duluan adalah kurva supply?? Apakah dia bisa menciptakan demand-nya, atau malah terjadi great depression seperti 1929 alias lo bakalan jadi anggota JOJOBI (Jomblo-Jomblo Abadi)??? Secara nggak sadar, hal ini banyak banget lho kejadian di lingkungan sekitar kita (supply tercipta duluan). Nggak percaya? Coba dateng ke arisan atau ke tempang ngumpul-ngumpul segerombolan orang terlebih ibu-ibu deh. Pastiiiiiii ada aja yang bilang “eh..cariin gw cowok/cewek dong…” atau “ada temen lo yang lagi cari pacar ga?” atau lebih parah “eh,,,anakmu udah punya calon belum? Anakku belum ada calon nih” *tepok jidat*

Bagaimana cara kita menganalisa agar si supply ini nggak menuh-menuhin pasar doang trus nggak laku trus perusahaan tutup toko sebelum balik modal? Mari kita pelajari bentuk dan sifat dasar kurva supply terlebih dahulu.

Kurva supply mengarah ke atas. Dibentuk dari bawah keatas. Dalam menggambar kurva supply, pada kuadran 1, garisnya harus diatas angka 0 pada axis ‘harga’. Kenapa???

  1. .       Semakin tinggi harga, supply akan semakin banyak atau tinggi. Kenapa? Karena perusahaan berharap mendapatkan laba lebih banyak dengan memberikan supply (atau penawaran) banyak. Vice versa.
  2. .       Kurva supply digambar diatas angka 0, karena bila harga 0 atau negatif, perusahaan pasti nggak mau produksi. Kenapa?

Ini semua berhubungan dengan tujuan perusahaan. Tujuan perusahaan adalah menciptakan laba sebanyak-banyaknya dengan modal tertentu. 

Seperti kita ketahui bersama (bersama? Elo doang kali, ti!), laba didapat ketika total hasil penjualan dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan untuk membuat dan memasarkan barang tsb. Atau, 

Profit = TR (Total Revenue) – TC (Total Cost).

Balik lagi ke konsep percintaan. TC adalah biaya yang lo keluarkan untuk lo menjadi lo yang sekarang ini. Biaya sekolah, biaya makan, biaya bedak, biaya gincu, biaya gym, serta biaya beli underwear. Itu biaya yang keliatan. Biaya yang nggak keliatan pasti ada kan (kita bahas dilain waktu yaaa…namanya opportunity cost atau biaya lebaran (opor??)) seperti biaya capeknya lo sekolah, capeknya ortu lo membesarkan lo, dan capeknya lo sakit hati dengan pacar-pacar lo sebelumnya (iya…elo doang..gw sih nggak).

Kalau melihat dari teori ini, nggak heran sih ya semakin oke pendidikan, semakin cantik/ganteng, semakin terpandang keluarga seseorang, ‘harganya’ akan semakin ‘tinggi’. Karena ‘biaya’ untuk menjadikan lo diri lo yang sekarang ini ‘mahal’. Daaaannn…..secara lo nggak sadar, tapi terlihat banget di kurva equilibrium, penawarannya juga akan semakin tinggi. Semakin gencar orang-orang sekitar lo nawar-nawarin lo ketika lo nggak punya pacar, semakin tinggi promosi yang dilakukan agar barang laku dipasaran. Semakin banyak modal dikeluarkan, maka akan semakin gencar pula promosi yang dilakukan agar cepat balik modal.

Yang menarik adalah, bila kita melihat hubungan kurva demand dan kurva supply. Supply boleh saja menempatkan diri “semakin mahal semakin banyak supply”. Tapi hukum demand berkata lain. Mari kita pelajari sifat demand

Kurva demand berbentuk lereng atau menurun. Pada kuadran 1, kurva demand titik tertinggi pada axis ‘harga’ akan menunjukkan titik 0 pada axis ‘kuantitas’. kenapa?

  1. .         Semakin tinggi harga, maka demand akan semakin rendah. Hal ini berhubungan dengan adanya barang subtitusi (barang sejenis yang biasanya harganya lebih murah atau sama, namun lebih mudah/lebih dahulu ditemukan) sehingga pembeli lebih baik membeli barang subtitusi daripada ngotot membeli barang yang ditawarkan.
  2. .         Pada titik tertinggi kurva demand, tidak ada pembeli yang mau membeli barang itu  karena pembeli merasa benefit yang ditawarkan oleh barang yang ditawarkan sangat tidak sesuai dengan yang didapat sehingga pembelil tidak mau membeli barang tsb (barang menghabiskan willingness to pay pembeli), atau memang karena pembeli nggak ada budget aja.

Melanjutkan pembahasan mengenai percintaan dan dunia perjodohan, kita boleh saja jual mahal atau pilih-pilih pasangan dengan mempertimbangan segala hal yang terlihat dari kita baik dari segi pendidikan, pekerjaan/penghasilan, latar belakang orang tua dan keluarga, paras atau bahkan penampilan kita. Namun yang harus kita ingat, apakah kita sudah menetapkan ‘harga’ yang pas untuk diri kita?

Kemarin anak murid gw, kelas 5 cikal lagi belajar tentang inappropriate pricing. Bagaimana perusahaan menentukan harga tidak sesuai dengan hasil yang didapat atau nilai guna barang yang dirasakan oleh pembeli. Inappropriate pricing bisa terjadi dalam 2 kasus, overpriced atau underpriced. Masing-masing memiliki konsekwensi bagi pembeli maupun penjual. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan, ternyata inappropriate pricing yang banyak terjadi adalah overpriced. 

Yang menarik adalah fakta mengenai apa yang terjadi kemudian terhadap barang yang sudah dibeli ketika inappropriate pricing terjadi. Ketika barang yang dibeli adalah underprice atau kondisi dimana pembeli membeli barang dengan harga tertentu tapi kemudian ia merasa kegunaan atau fungsi yang diberikan barang tersebut melebihi ekspektasinya, maka pembeli akan sayang banget sama barang tersebut. Malah ada beberapa responden yang menjawab bahwa ketika barang tersebut sudah rusak, masih dipakai atau disimpan, saking sayangnya sama barang itu. Apa yang terjadi dengan barang yang dibeli dengan kondisi overprice? Ya…kebanyakan sih nyumpah-nyumpah sama ke produsennya, kapok berurusan dengan produsen yang sama, atau barang yang dibeli ya digunakan seperlunya, atau even worse, barangnya dibuang :((

Gw sih nggak akan menyangkutpautkan manusia dengan barang karena manusia bukan barang. Namun, ada baiknya sih kita melihat kedalam diri kita. Ketika titik equilibrium yang dinanti belum juga terjadi, apa karena kita menentukan harga terlalu tinggi? apa kita terlalu tinggi menilai diri kita? Sudah sesuaikah diri kita dengan standar yang kita tetapkan? Atau jangan –jangan selama ini kita terlalu maksain ‘masuk’ ke kalangan tertentu atau mencari ‘jodoh’ dari kalangan tertentu? Dalam kasus ekonomi, kadang bukan karena harga dan permintaan yang tidak cocok, tapi karena perusahaan menjual barang tidak pada tempat dan waktu yang tepat. Keputusan untuk menjual sepatu boots knee high seharga 20juta di Abudhabi atau di Indonesia gw rasa bukanlah hal yang tepat bila dibandingkan menjualnya di Russia atau di Canada. Sama kasusnya kayak jualan es krim ketika turun salju :) atau kemungkinan ketiga, coba liat ‘barang’ subtitusi yang ada disekitar kita. Menjual sepatu boots di Canada atau di Russia dengan harga 20juta mungkin bisa laku cepat, tapi bila ternyata ada 20 perusahaan yang menjual barang sejenis dengan spesifikasi yang hampir atau bahkan sama persis dengan ‘harga’ yang lebuh murah, yaaa….jangan kaget kalau barang lo akan terjual ketika diskon atau bahkan nggak terjual sama sekali karena summer keburu dateng :((    

Setelah membahas dari sisi supply, mari kita bahas dari sisi demand. Well, I’m not really sure what should I say since I’ve told you almost everything that I have in my brain about economics :p
Dari sisi demand bila kita bawa kedalam ranah percintaan (ciiieeehhhh……), bisa kita posisikan kita sebagai orang yang mencari pasangan ataaauuuuuu……anggota PPC (Pejuang dan Pemburu Cinta). Bila kita melihat definisi demand, maka lo udah paham kan artinya demand itu = modal dan move. Jadi kalau lo naksir tapi Cuma nitip salam, senyum-senyum, ngirim bunga atau pulsa doang, itu namanya lo Cuma sebagai potential buyer doang atau orang yang punya wants. Punya modal tapi nggak bergerak = potential buyer. Banyak gerak tapi ga punya modal = ga tau diri…..

Coba…kalau lo punya demand terhadap suatu barang, daripada lo ngotot untuk beli suatu barang karena udah suka banget, sebelum lo beli, ada baiknya lo liat barang-barang sejenis dulu. Mana tau ada barang subtitusinya kalau emang kemahalan atau lo bisa berhemat modalnya bisa disimpen (tapi bukan buat beli barang yang sama lebih dari satu yaaa…..catettttttt!!!!!) or even better, you can get ‘underpriced’ goods :) you going to get morrrreeee benefit than what you have paid ;) tapi ingat, kalau kita kelamaan cari barang subtitusi, tidak usah menyesal kalau nanti ternyata barang yang kita dapat tidak sesuai harapan yaaaa……. Be a smart costumer, but not the ‘keminter’ one. Mentang-mentang merasa tau, liat kanan-kiri dulu sebelum beli…..ternyata barangnya udah dibeli orang duluan. Sakitnya tuh disiniiiiiiii….. :P




Sebagai ‘pembeli’ gw mengingatkan agar apa yang kita keluarkan sebaiknya sepadan dengan yang didapat, malah kalau bisa lebih banyak kegunaan yang kita dapat dari jumlah yang kita keluarkan. Tuh, bentuk kurva equilibrium kan ada segitiga kosong antara titik tertinggi kurva demand, titik equilibrium dan harga titik equilibrium bila kita Tarik garis putus2. Segitiga ini dalam ekonomi disebut dengan consumer surplus. Adalah selisih benefit yang didapat dengan jumlah sesuatu yang kita keluarkan.



Dalam kasus demand sih banyak gw temukan ketika seorang PPC terlalu sibuk mencari ‘subtitusi’ atau membanding-bandingkan dengan toko sebelah. Selain itu, ada juga kasus demand yang gw temukan adalah nungguin supply mendiskon harga :P
Yang paling membuat gw prihatin adalah ketika ‘pembeli’ ini merasa punya modal yang agak banyak, maka ia tidak melihat supply yang dibawah modal yang ia miliki. Seperti misal: yang berduit suka nggak mau makan di pecel lele pinggir jalan, atau yang lebih parah: lebih baik beli tas KW super yang jelas-jelas palsu daripada beli tas asli yang harganya sama ;((

Daritadi, kita membahas kurva yang terlihat. Bagaimana dengan hal yang tidak terlihat seperti opportunity cost dan utility atau externalitas dari ‘pembelian barang’ yang dilakukan? Hal ini yang sering dilupakan oleh para pelaku ekonomi. padahal, kalau di ilmu ekonomi, hal yang intangible ini sama pentingnya dengan hal yang tangible. Kalau istilah romasanya (uhuk) sih, kebaikan hati, tingkat keimanan dan prospek masa depan adalah hal yang intangible yang sering terlewatkan. Padahal, kalau di ekonomi, kami mati-matian berusaha membuat hal yang intangible ini agar dapat dihitung secara kuantitatif karena kami menganggap kadang ini lebih penting daripada hal yang tangible. Ilmu ekonomi yang nggak punya hati aja berusaha untuk memperhitungkan hal yang nggak keliatan, masa ilmu hati nggak bisa merasakan…… (what is worng with meee??!!???? Seriously! I should stop reading this sappy novel)

Kembali lagi ke konsep awal titik equilibrium. Itu hanya satu titik yang hampir tidak dapat terjadi lagi dengan situasi yang persis sama.

Hal yang sama terjadi pada urusan percintaan. Walaupun lo akhirnya menemukan titik equilibrium atau jodoh lo, bukan berarti hal yang sama atau akan terjadi berulang-ulang yaa…rasa yang sama persis tidak akan pernah muncul walaupun terhadap orang yang sama. Oleh karena itu lo harus selalu menyesuaikan supply dan demand lo agar titik equilibrium selalu tercipta. Walaupun sebenarnya di dalam ilmu ekonomi, ada indifference curve namanya. Dimana dengan kombinasi yang berbeda akan menghasilkan utilitas yang sama (Nih, buat yang Tanya kenapa gw sama bayu selalu seru walaupun udah hampir 13 tahun barengan, jawabannya adalah belajar teori utility, belajar indifference curve). But, we’re gonna discuss this in another time. It’s already 2600words.

Gw membuat tulisan ini bukan mau menggurui, tapi gw pengen pamer aja klo gw masih hafal istilah-istilah ekonomi walaupun gw nggak kerja di bidang ekonomi :P selain tulisan ini juga bisa menjadi pengingat gw dan bayu. Gw dan bayu juga masih belajar, semoga nanti ketika gw buka blog gw, gw akan selalu ingat bahwa costumer surplus yang gw dapatnya dari bayu adalah infinite :*


6 years and 13 years, and still counting of a roller coaster ride, surely a great thing to celebrate,,,,,,,Love you MBot :*

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          -IBS-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar