Senin, 24 Maret 2014

ikhtiar dan tawakal,,,,sampai mana?

Content Warning: Sebelum membaca tulisan ini, pembaca hendaknya membaca terlebih dahulu link yang diberikan dan juga membaca tulisan dari ahli yang lain karena tulisan ini bisa menyesatkan. Hal ini disebabkan karena penulis bukanlah ahli agama, lulusan pesantren, lulusan universitas Islam, boro-boro amal ibadahnya sudah kaffah. Sehingga penulis tidak bisa dikategorikan sebagai orang pintar, orang sakti, terlebih ahli debus 

http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/14/03/21/n2sfya-nasihat-bijak-yang-menyesatkan

Mbak Septin Puji Astuti adalah salah satu mentor gw. Beliau adalah yang mem post link ini. Kemudian gw baca di post beliau ini, banyaaaaakkkk…sekali yang komentar mengenai post ini. Ada yang setuju, ada yang tidak, salah satunya yang komentar adalah gw. Daaaaannn,,,kemudian gw memberikan komentar yang menyebut-nyebut mengenai orang tua gw. I’m sorry papa dan mama, you always says to me:

“selama kakak masih anak papa & mama, kami akan selalu kasi nasehat, marahi kalau perlu bentak kakak selain memberikan kasih sayang dan support ke kakak. U’re stuck with us for the rest of your life, kak, from the day you were born and Allah chose us to be your parent. And we always gonna tell people and gushing about you to all the people, good or bad, because you’re our daughter, we’re proud of you”.

Well, mama papa gw pikir mereka ‘menang’ ya? But No….no way..!! what my papa and mama doesn’t know is…mereka hanya punya waktu seumur hidup mereka, dikurangi 24 dan 26 tahun (itu umur dimana mereka mulai menjadi orang tua gw) untuk gushing about me. Tapi gue…gue punya seumur hidup gw untuk gushing about them! Misal umur mama dan papa 100 tahun, maka mereka punya waktu 76 dan 74 tahun masing-masing untuk gushing about me. Tapi bila umur gw 100 tahun, maka gw punya waktu 97 tahun (gw umur 3 tahun udah bisa ngomong tanpa titik koma, let’s say…..300kata/menit. percaya kan? Hahaha) untuk gushing about them. Hah! Now how’s the one who gush about who, mama papa?!? (anak ga santai) :p :p.

Post gw kali ini adalah murni sharing gw mengenai bagaimana orang tua gw mendidik gw terkait tentang ihktiar dan tawakal. Jadi ga ada hubungannya dengan inggris atau membandingkan inggris dan Indonesia. Ketika orang tua gw pernah tinggal di inggris dan Canada, gw rasa itu gada hubungannya. Jadi jangan kemudian bilang

“mentang-mentang orang tuanya tinggal di luar negeri trus gaya didikannya beda ya sama orang sini?!?”.

You can tell anything about me, bad or worse or even worst thing. But if you tell (even only) a not good thing about my parents, I’m going to unfriend you! Seriously! (I’m not kidding this time).

Ketika gw baca post dari Asma Nadia, gw setuju. Karena begitulah gw dibesarkan. Jauh dari kata-kata

“belum rejeki….jodoh ga kemana…rejeki ga kemana…sudah ada yang mengatur”

bukannya orang tua gw ga pernah bilang kata-kata itu ya. Mereka pasti pernah bila kata-kata itu, namun sangat jarang. Sebagai anak, gw sering berfikir bahwa orang tua gw ini aneh, suka maksa, kurang legowo, dan kurang percaya sama takdir. Hm…gw bingung nih ceritanya mulai dari mana.

Orang tua gw adalah tipe orang tua yang dijabarkan oleh Asma Nadia di dalam tulisannya. Kenapa begitu? Gw ingat ketika gw kecil, kemudian gw mencoba sesuatu, orang tua gw akan berkata

“Give your best. Give your best, and the best will come, jangan lupa berdoa” selalu begitu.

Dan gw pun merasa, ketika gw sudah berusaha semaksimal yang gw bisa, dibarengi dengan do’a yang kenceng juga, gw hampir selalu berhasil mendapatkan apa yg gw mau, Alhamdulillah. Bukan berarti gw ga pernah gagal, trust me…I often to feel that I’m a looser (terutama klo udah urusan test PNS. Gak lolos melulu!. Serius!).

Well, semua orang tua kayaknya bilang begitu ya ke anaknya

“Usaha yang terbaik dan jangan lupa berdoa”.

Nah, yang berbeda dari orang tua gw adalah, ketika gw gagal, orang tua gw akan bilang

“Nggak apa-apa kak, kakak sudah berusaha. Mama papa bangga. Tapi papa/mama yakin sebenarnya kakak bisa lebih baik dari ini. Nanti kita coba lagi ya lain kali”.


Ketika orang tua temen-temen gw biasanya bilang

“Nggak apa-apa sayang. Yang penting kamu sudah usaha yang terbaik. Belum rejekinya (tanpa ada kata-kata tambahan yang menjelek-jelekkan anaknya atau memaksa anaknya).
Gw kemudian menjadi bĂȘte sama ortu gw. Dulu waktu kecil, dalam hati gw akan bilang
“What?!? Ini orang tua maunya apa sih?!? Kok anak sendiri dijelek2in. Apa mereka gak liat gw udah berpeluh gini untuk sampe disini?!?”.

Menurut gw, apa yang dilakukan orang tua gw adalah hal paling tidak peka terhadap pendidikan tumbuh kembang anak. Bukankah harusnya anak di praise? Kasi reinforcement positif?!? But that’s not my parent’s really does.

(untuk menggambarkan betapa menyebalkannya ortu gw, bahkan ketika gw menang pun mereka akan bilang “aaaa youre the best kakak. We’re so proud of you. Alhamdulillah…next time I know you can be better than this!”. Yess, it’s (looks like) suck!)

Sesudah ortu gw bilang hal yang ‘menyebalkan’ itu, mereka biasanya akan Tanya ke gw (biasanya di waktu yg berbeda biar gw ga stress)

“Kakak suka menggambar nggak? (misal gw baru kalah dalam lomba menggambar)”.

Kemudian biasanya gw akan jawab

“Nggak suka”.

Respon kebanyakan orang tua kemungkinan akan seperti ini

“Kalau kamu tidak suka menggambar, yasudah tidak usah menggambar. Lakukan yg lain ya. Masih banyak hal lain yg bisa dilakukan kok. Hidup tidak cuma menggambar”.

Tapi, respon orang tua gw akan seperti ini

“Kakak tidak suka gambar karena kakak kemarin kalah lomba gambar atau memang kakak tidak suka gambar? Mama/papa liat gambar kakak bagus kok. Cuma kakak memang kurang latihan. Orang-orang yang menang itu biasanya yang latihan gambarnya rajin. Biasanya orang itu sebelum lomba sudah latihan dulu minimal seminggu sebelumnya. Tiap hari mereka mengambar saja kerjaannya. Nah, kakak sudah seperti itu belum? Kalau kakak belum, ya wajar bila kakak kalah”

Kemudian bila gw sudah melakukan semampu gw, misal udah latihan, udah segala rupa untuk mengasah skill gw, gw akan bilang

“Udah kok. Mama papa liat sendiri kan kakak ngapain aja. Tapi tetep aja kalah. Berarti emang kakak ga jago gambar”

Trus lo pikir orang tua gw akan ‘tawakal’ gitu aja? Not even close! Mereka akan merespon dengan

“Nah, kakak sudah berdoa belum? Sudah sholat yang rajin? Sholat jangan cuma pas ada maunya doang. Mama papa aja males banget liat anak yang baik klo ada maunya doang. Hayo…trus kakak udah bilang terimakasih belum sama Allah tentang apa aja yang udah kakak dapet? Kakak suka nggak kalau ada orang yang udah kakak tolong atau bantu atau baikin, trus mereka ga bilang terimakasih. Ga cuma sekali dua kali lho lupa bilang terimakasihnya,,,sering udah dikasi yang baik ga bilang terimakasih. Kira-kira dikasi lagi nggak yang baik2?”

Ternyata, berdasarkan pengalaman gw, setiap gw mau sesuatu, gw tau gw mampu, gw berusaha ‘sekuat tenaga’ dan gw beribadah bukan hanya karena ada maunya aja, dan gw selalu bersyukur, Alhamdulillah, masya Allah gw dapet apa yg gw mau. Tapi, tidak semuanya, of course. Manusia mana sih yang ga pernah gagal. Apalagi gw, trust me,,,gw kalahan kok orangnya. Bukan ngalah ya, Kalahan. Not good enough, looser.

Nah, ketika gw sudah berusaha semua, doa udah, ibadah udah (menurut gw ya..) daaaaannnnn masih kalahan juga…orang tua gw belum juga ‘tawakal’. Tuh kan, bayangin lah seperti apa orang tua gw. Orang tua yang ga ngajarin tentang tawakal dengan benar ke anaknya, ya? Mungkin..bisa jadi… karena respon mereka adalah jauh dari kalimat ‘tawakal’ yang sering diucapkan banyak orang tua. Respon mereka kira-kira begini

“kakak suka banget ga sama gambar? Kakak mau belajar gambar terus nggak? Karena kalau kakak kalah melulu, tapi kakak usaha terus dan tidak lupa doa plus bersyukur, mama yakin kakak pasti bisa suatu hari. Kakak coba terus sampe waktu yang ga dihitung. Tapi kalau kakak merasa memang menggambar memang bukan bidangnya kakak, ya kakak nggak usa menggambar. Nanti sesekali menggambar boleh buat isi kegiatan, tapi tidak berharap menang ya karenan itu memang bukan bidang kakak. Banyak orang lain yang lebih hebat dari kakak disana. Kita coba yang lain, ada banyak hal yang belum kakak coba, pasti ada yang cocok buat kakak”

Yep,,,that’s my parents. They always say that. No wonder that I’ve been went to piano course, swimming course, guitar course, and others. Yang ga pernah gw jalanin adalah les mata pelajaran sekolah. Hahaha kecuali kelas 2-3 SMU. Bahkan bimbingan belajar SPMB pun gw nggak.

Itulah definisi ikhtiar dan tawakal versi orang tua gw. Tanpa mengumbar bagaimana kita memohon sama allah, tanpa mengumbar bagaimana kita bersyukur (misal: pesta abis menang), tanpa mengumbar kata-kata yasudahlah, ataupun kata-kata pasrah lainnya. karena orang tua gw secara tidak langsung mengatakan bahwa “yang sempurna itu ALLAH kak. Segala salah itu punya nya MANUSIA).

Secara tidak langsung orang tua gw mengajarkan gw tau diri. Tau diri mengukur, kira-kira gw bisa nggak ya, terus atau tidak? Karena waktu kecil I’ve been pushed out of my boundaries sehingga gw bisa tau sampai mana kemampuan gw. Well, namanya galau, bĂȘte, nyerah pasti ada. Tapi balik lagi, namanya manusia. Disitulah mama papa gw mendukung gw bahkan dengan omelan dan bentakan yang suka bikin gw ngamuk dan malah tambah depresi (you’re not helping me a lot, mama papa).

Gw sadar bahwa ilmu pasti seperti fisika, math (tingkat tinggi), kimia, dan biologi bukan my thing. Makanya gw memutuskan masuk IPS, namun bukan dengan nilai IPA jelek (masuk IPS bukan karena nilai IPA nggak mampu). Gw sadar, okay cukup sampe sini gw berusaha. Bukan menyerah, tetapi gw yakin bahwa gw bisa lebih sukses di IPS. And Alhamdulillah, I did. I do analytical thing better that calculate  gw berhenti kerja di HSBC ketika gw sudah mulai bisa melihat bahwa I’m going to fall apart between my family and my career if I keep this job. i quit with no regretion.

REGRET. Ini yang harus dihindari klo gw baca dr tulisan asma nadia. Karena ketika kita udah keburu ‘tawakal’ sebelum mencoba, maka kita akan cenderung menyesal. Coba dulu gw begini…coba dulu gw begitu. Apa gw pernah menyesal, sering! Namanya juga manusia. tapi sekali lagi, itu bukan excuse (namanya juga manusia, itu bukan excuse). Makanya gw menjadi jarang menyesal karena gw bukan orang yang gampang memberikan excuse.

Kemudian masalah rejeki. Sama persis dengan asma nadia. Tapi bokap gw adalah orang yang sangat determine dan sangat menjungjung tinggi pendidikan karena pendidikan lah yang membuat beliau selamat dari kemiskinan. Sementara mama, cenderung santai. Kira-kira beginilah jadinya sepasang manusia mendidik anak-anaknya bila anak kepala kadin menikah dengan anak petani (literally).

Orang tua boleh beragam mengarahkan anak untuk mendapatkan banyak uang, untuk sukses, bisa dr music (keluarga bayu salah satunya), bisa dari skill (berbisnis, tante gw salah satunya), bisa dari skill lain (menari, dan kegiatan seni lainnya), kebetulan orang tua gw yang fokus ke pendidikan.

Bokap gw selalu wanti-wanti bahwa

“sekolah lah kamu agar kamu tidak miskin. Selalu berusaha dapat uang lebih agar bisa berzakat lebih. Lebih baik lagi dari papa. Kalau sekolah, pahamlah. Tidak cuma soal nilai, selama nilai tidak jelek, maka tidak usah khawatir. Lebih khawatir kalau kamu tidak mengerti. Target papa, get 25% top off class udah oke…” dan sebagainya.

Which is by the way, jaman gw SD sekelas 30 orang, jadi bayangkan bila kami sudah ada di ranking 5, beuh….papa udah ngamuk karena kami almost not 25% top of class. Yup, that’s how my dad raised us. IP MINIMAL diatas 3 (karena ¾ dari 4), dan lulus harus termasuk dr 25% yang lulus duluan (Alhamdulillah, we (me and my sister) did it, walaupun kami tidak termasuk yang terpintar di kelas kami, tapi soal pemahaman, kami boleh diadu).

Nah, orang tua kami sudah begitu ‘kejam’nya saja, kami masih jadi orang yang biasa-biasa saja. Bukan termasuk orang yang masuk majalah karena sebuah prestasi, atau kami bahkan bukan celebtwit. Hahaha… coba bayangkan bila orang tua kami lembut, penuh excuse dan yasudahlah. Well, mungkin kami malah bisa saja jadi lebih baik, karena bayu dididik dengan gaya yang legowo, dan buktinya: he is bayu right? The most caring and nice person I’ve ever met. He’s smart, he’s a fighter also, He’s an angel!
Namun gw sangat happy dibesarkan seperti itu oleh papa dan mama gw. Karena sepertinya sejarah berulang lagi, mama yang santai, papa yang determine (tapi ini kebalikannya). Hahaha.

Dari semua kengototan papa terhadap hidup (dan mama sebagai penyeimbang yang santai ajaaaahhh), ada satu hal yang orang tua gw selalu tekankan, bahwa enjoy dan happiness adalah segala-galanya. Artinya follow your passion? Beuh…jauh banget. Prinsip orang berdua ini ga jauh-jauh dari sistem ikhtiar tawakal tadi. Coba dulu, mana tau bagus. Kalau memang sudah dr awal tidak suka, tidak usah ambil. Tapi kalau masih setengah-setengah, hajar dulu. Mana tau bagus. (not helping, aren’t they?) karena life Is about choice. Kalo lo udah pilih itu, ya jalanin sampe selesai, atau sampe semaksimal bisa, ga ada cerita! Semakin kesini, gw belajar fate and destiny, takdir dan nasib, Qodo dan Qodar, semakin masuk akal ajaran papa dan mama gw yang maha ‘kejam’ dan ‘tidak agamais’ itu. Hehehe :p cara mama papa mendidik kami yang seperti ini lah yang menjadikan kami nggak melulu mikirin duit (tapi percaya deh, kami masih mikirin duit..sangat mikirin duit, hanya gak selalu aja uang in the 1st place. Cuma MOST OF THE TIME aja. Hahaha), dan kami termasuk orang yang happy.

Dari tadi gw cerita tentang mendidik anak ala ortu gw kayaknya bagus banget ya? Kayaknya my parents did a right thing? Enak aja. Nggak…jauh dari benar dan sempurna pola didikan begini. Ada keburukan dari cara mendidik anak yang dilakukan orang tua gw, kenapa gw kemudian jabarkan keburukan? Bukankah kita harusnya fokus kepada kebaikan? Yaelah, nanti klo gw bilang yang baik2 tentang diri gw dibilang sombooonnggg….dibilang belagu….mentang-mentang di inggris trus belagu (stil not over it, huh?!?) ga usah lah ya…nanti tambah iri sama gw karena ortu gw Alhamdulillah sukses mendidik gw.
gw akan fokus terhadap kejelekan yang ditimbulkan oleh pola asuhan yang begini, untuk mengantisipasi kalau-kalau ada orang yang setuju dengan pola asuh ini. Karena sampe sekarang gw pun masih berjuang untuk menekan atau bahkan menghilangkan efek samping dari pola asuh orang tua gw ini. efek samping tersebut adalah:

1. Anak menjadi orang yang determine, tapi cenderung ke ngotot, ngoyo dan intense.

This is me. Gw sadar ini gue banget. Dan gw masih berusaha untuk meredamnya sampe sekarang. Boro-boro menghilangkan, mengurangi aja susah. Jeleknya hal ini adalah, banyak orang berfikiran bahwa gw ga tulus, maksa, dan akan sering diginiin “kok ni orang aneh banget sih….” Trust me, I got that a lot.


2. Anak menjadi minder atau malah kepede-an atau terlalu santai

Ini adalah gw dan adek gw. Adek gw adalah orang yang mellow, sehingga dengan pola asuhan spt ini malah kadang adek gw minder. Adek gw sering bilang “I’m not good enough, then”. Adek gw akan melakukan sesuatu dengan penuh perhitungan untuk menentukan apakah memang ini path gw (apalagi bila adek gw sudah perkali-kali salah mencoba memasukkan password.hehehe)? biasanya, malah ga mulai-mulai.

Ketika hal ini terjadi, PR banget ini untuk orang tua gw untuk membangun kepercayaan diri dari adek gw dan untuk menyemangati adek gw. Tunggu apaan lagi, hajar aja,dek!, untuk mengingatkan hal-hal baik yang mungkin bisa dicapai. But trust me, my sister is way better than me and she’s excellents in anything!

Di sisi lain, akibat dr pola asuh ini adalah kepedean, yang mana adalah gw. Ini adalah akibat dari sifat gw yang tidak mellow. Cengengesan. Jadinya, gw ceroboh, coba dulu aja tanpa perhitungan matang, toh gw udah tau kok sampai mana gw bisa sampai mana gw nggak. Yang penting usaha, allah selalu bersama orang-orang yang niatnya baik.

Nah, PR lagi nih buat orang tua gw. Untuk memperingatkan gw, untuk mengingatkan gw, untuk menjabarkan segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi, mengingatkan gw bahwa “nggak semua orang bisa lho kak. Bisa jadi kamu salah satunya” dan lain sebagainya.


3. Anak menjadi tidak percaya tuhan

Alhamdulillah semua anak orang tua gw tidak mengalami ini karena bokap gw termasuk yang keras soal agama. Namun gw inget ketika gw ABG gw akan sering banget menyalahkan tuhan. Serius. Udah usaha, kurangnya apa? Kurang bersyukur? Maunya bersyukur apa? Nah, beda tipis kan antara tawakal dan sombong? Bokap gw bolak balik ceramah tentang ini. here’s funny thing, hampir tiap pagi kami sekolah diantar papa, dan akan ada yg namanya kuliah pagi alias tausiah pagi di mobil. Hahaha… sometimes we put our finger into our mouth pretend to gag…yess, sampe seburuk itu kelakuan kami. Tapi ternyata ada yang nyangkut juga di otak kami sampai kami Alhamdulillah tidak mengalami sisi buruk ini (tidak percaya tuhan).


4. Anak menjadi tidak percaya manusia lain

Nah, ini akan terjadi ketika lo merasa lo selalu melakukan yang terbaik, tiba-tiba ada orang yang jelas-jelas tidak melakukan yang terbaik, not even close, dapat yang terbaik while lo cuma dapet kalahan. I experienced this thing a lot. But then come my mom yg mengatakan “hidup itu memang ga adil”. Dan mulai dengan segala macem teori psikologi nya. Yang mana gw akan mati-matian denial, tapi kemudian secara tidak sadar gw meng-iya-kan apa yang emak gw sampaikan (eh tapi biasanya ga ketauan. Enak aja..emang mama pikir mama selalu benar?!? Huh!)


Sudah hampir 3000 kata dan gw udah mulai sadar bahwa gw capek-capek nulis mungkin ga ada yang baca. Hahaha…anyway, banyak yang bilang “ada hal yang harus di keep ada hal yang harus di umbar” mungkin banyak yang ga setuju gw mengumbar ‘masalah keluarga’ gw ini. tapi menurut gw, ini adalah cerita yang seharusnya gw share mumpung ada fasilitas social media karena cara mama papa gw mendidik gw menurut gw kok beda sama beberapa temen gw dididik (walaupun banyak yang senasib juga ternyata). Mungkin bisa jadi bahan pertimbangan dalam mendidik anak. Pertimbangan “jangan sampe nanti anak gw kayak thibu, makanya gw akan menghidari pola asuh ini” juga merupakan pertimbangan kan? Hehehe.
Dan sekali lagi, ini bukan hasil dari baca buku, hasil sekolah parenting atau hasil dr para ahli. Ini pengalaman gw, lo bisa liat hasil nyata-nya. Gw dan adek gw. You decide apakah gw termasuk orang baik atau tidak, orang sukses atau tidak, orang bahagia atau tidak, dan lain-lain 


PS: untuk urusan jodoh, gw setuju berat sama asma nadia, tapi mungkin akan gw bahas di notes lain. Karena gw termasuk org yang determine soal jodoh, tapi juga tidak terlalu milih (bukan berarti tidak milih), tapi balik lagi, pola pikir gw dalam soal jodoh ini juga ditentukan oleh pola asuh orang tua gw mengenai ikhtiar dan tawakal itu sendiri 


-IBS-







Tidak ada komentar:

Posting Komentar