Sabtu, 10 Mei 2014

HOME SCHOOLING, MENDIDIK ATAU MENJERUMUSKAN



Content warning: tulisan ini berisi opini semata yang membahas (satu atau beberapa artikel). Walau bagaimanapun kita harus menentukan standar untuk diacu dan untuk dibahas. Standar penulis kali ini adalah home schooling oleh ayah eddy, yang lagi happening itu. Pembaca diharap membaca link yang penulis berikan terlebihdahulu untuk menghindari salah paham. Karena penulis bukanlah ahli pendidikan ataupun ahli psikologi, boro-boro lulus ilmu ekonomi dengan cumlaude. Sehingga penulis tidak bisa dikategorikan sebagai orang pintar apalagi ahli debus :)

Beberapa hari terakhir, gw membaca ada beberapa teman gw mempertimbangkan home schooling karena mereka ‘super ngeri’ dengan kasus yang menimpa murid JIS, serta kasus ‘pembunuhan’ oleh murid kelas 6 SD di Makassar. Plus juga ada kasus ‘pembunuhan’ oleh senior STIP. Kemudian link ini tersebar luas, yaitu artikel yang ditulis oleh ayah eddy, seorang pakar tumbuh kembang atau pakar pendidikan anak yang turns out memiliki sekolah dan sebuah lembaga home schooling.

http://mylovelifecareer.blogspot.co.uk/2014/05/pertanyaan2-yang-paling-sering.html

kemudian, gw iseng mencari-cari tahu bagaimana persepsi orang mengenai homeschooling di sini (di eropah sama amerikah). FYI, kalau gw googling di Indonesia, result yang gw dapatkan might be different dengan yang gw dapat disini. Katanya bayu sih karena google pun dibatasi wilayah kekuasaan, sama seperti youtube. Sehingga sering kita lihat kalau di youtube tulisan “this video is not available in your country”. Nah, google, lebih cerdas dari youtube. Yang tidak bisa dibuka link-nya, tidak ditampilkan di suggest page. Kembali ke hasil search gw mengenai homeschooling disini, berikut hasil yang gw dapat. Memang tidak banyak, but, u can find your own link or result, lah.
These are the articles about why home schooling is good:

http://www.relfe.com/2013-2020/why_how_homeschool_what_is_home_schooling.html

http://homeschoolinghub.com/top-ten-reasons-to-homeschool-your-children/

These are the articles about why homeschooling is bad:

http://thestir.cafemom.com/big_kid/161243/8_ridiculous_reasons_parents_homeschool

http://www.middleschool.net/negative-homeschooling.htm

And these are articles when we confronted the both sides of homeschooling:

http://school.familyeducation.com/home-schooling/parenting/29861.html <-- there’s link to the negative homeschool at the bottom-right of the page :) http://www.homeschool-companion.com/pros-and-cons-of-homeschooling.html Do you believe that I’ve read all the links I gave you? Offcourse you don’t! hahaha. But the fact is, I had read them all…… :) kembali ke otak ekonomi gw, orang ekonomi itu emang lelet. Tapi sebelum ambil keputusan, at least harus cari beberapa alternatives. Anyway, apa sih kesimpulan yang gw ambil dari semua artikel yang gw baca termasuk dari ayah eddy? 1. Bahwa home schooling terjadi karena orang tua tidak percaya terhadap system pendidikan yang ada 2. Bahwa home schooling terjadi karena orang tua tidak percaya terhadap system penanganan sekolah 3. Orang tua takut anaknya mendapat pengaruh buruk di sekolah Lo boleh deny macem-macem, tapi fakta bahkan dari artikel ayah eddy yang terpercaya mengatakan bahwa home schooling timbul dari rasa ketidakpercayaan orang tua terhadap sekolah dan kurikulum yang ada. Kalau di luar negeri mereka bilangnya public school. This is the time when I rub to your face: what did I tell you!!! Sekolah yang ada sekarang dengan segambreng kurikulum itu hadir karena ketidakpercayaan orang tua terhadap system pendidikan yang sudah diatur oleh pemerintah. Nah, home schooling bukan jalan keluar. Home schooling hanyalah salah satu kurikulum alternative yang diciptakan oleh sebuah lembaga standar yang menjamin bahwa murid homeschooling memenuhi standar yang ada. Standar siapa? Standar pemerintah. It sucks, I know…tapi ujung-ujungnya memang kita harus mengikuti standar pemerintah yang mana sampai sekarang gw masih bingung. Standarnya apa?? kurikulum dibuat berdasarkan apa????? Since this notes contains of my opinion, you can agree and disagree. Kalau mengutip kata-kata bu boss yoana salim, we can agree to disagree. Tapi menurut gw lo harus agree to disagree ketika lo sudah melakukan pencarian informasi terlebih dahulu, kumpulkan fakta dan ilmu. Kalau nggak, itu sama aja lo Cuma pakai perasaan. :) Menurut gw, home schooling ini balik lagi ke niat orangtua. Nah kan, niat lagi. Hehehe. Niat lo sebenernya home schooling untuk melindungi anak-anak dari ketidakjelasan kurikulum atau ketidakjelasan standar atau melindungi dari masalah social. Bingung? Okay gw coba jabarkan tujuan masing-masing ya…. 1. Melindungi anak dari ketidakjelasan kurikulum
Seperti kita ketahui bersama, kurikulum itu selalu berubah. Nah, masalahnya Indonesia ini berubahnya drastic dan cepat bangeettt…tahun ini masuk SD minimal 6 tahun, tahun depan 7 tahun. Sekarang standar jepang, tahun depan standard Harvard, tahun depan standard IB, tahun depan standar Estonia. Nah, bila lo berusaha untuk melindungi anak lo dari kurikulum, sekedar info aja ya….kurikulum itu yang bikin pemerintah. Lo hidup di Indonesia. Bahkan ketika lo home schooling pun anak lo wajib ikut UAN. Atau ketika terima raport pun, anak lo harus ujian berdasarkan standar yang ditetapkan pemerintah. Kalau anak lo ikut standar IB, ya ujiannya ngikutin standard IB yang sudah diakui oleh pemerintahb Indonesia. bahkan pesantrenpun selain di test segala rupa ayat ayat dan hadist, wajib ikut UN (gw ngomomgin sekolah TK-SMU ya…bukan kuliah). Jadi, menurut gw ketika lo memilih homeschooling untuk melindungi mereka dari kurikulum yang tidak jelas, buat apa? Toh kurikulum homeschooling juga dibuat berdasarkan kurikulum pemerintah, Cuma bedanya anak lain belajar di sekolah, anak lo belajar dirumah. Wait, I know u’re going to say “tapi kaaann……” baca dulu point gw selanjutnya ya….

2. Melindungi anak dari ketidakjelasan standar
Kurikulum sudah dibuat, kemudian saatnya disampaikan ke murid. Nah, bagaimana menyampaikan ke muridnya? Melalui sekolah yang ada, lebih spesifik, melalui guru kelas. Sekolah terdapat sekolah negeri dan swasta. Bagaimana standar penyampaiannya? Sayangnya sampai sekarang gw belum nemu standar yang mengatur sampai detail begitu. Kalau standar tertulis, ada. Namanya silabus. Setiap sekolah baik swasta maupun negeri terdapat silabus. Yaitu pencapaian minimum yang harus dicapai anak.

Silabus sudah dibuat, pada prakteknya bisa saja anak diminta mencapai lebih, atau pas-pasan. Disinilah timbul ‘masalah’. Kenapa sekolah ini lebih baik daripada sekolah itu, kenapa sekolah swasta lebih baik daripada sekolah negeri? Kenapa sekolah yang bayarnya mahal belum tentu lebih baik daripada sekolah yang bayarnya murah? Jawabannya simple: “Semua tergantung di GURU”. Kenapa gw bilang guru? Karena, bahkan dengan sekolah yang sama dan diajar guru yang berbeda, lo akan bisa melihat bahwa output muridnya berbeda kok. Murid kelas A guru A bagus pada mata pelajaran B, namun belum tentu di mata pelajaran A, sementara di kelas B guru B mungkin bagus di mata pelajaran C namun tidak bagus di mata pelajaran B. kenapa hal ini terjadi? Hal ini terjadi karena ada silabus. Jadi guru harus mengajarkan semuanya wheter he/she expert or not in this subject or part. Dan sang guru akan cenderung mengajarkan dengan cara yang dirasa olehnya lebih efektif. Nah, cara efektif ini akan lebih terasa bila si guru mengajarkan mata pelajaran yang dia kuasai lebih baik daripada mata pelajaran yang lain.

Missal dalam ekonomi, gw yakin ketika gw yang menjdai guru, anak didik gw tidak akan kuat di matematika (kecuali mereka les diluar atau basic math nya sudah kuat) karena gw sendiri tidak pandai menjelaskan ekonomi dalam konteks turunan rumus. Tapi kalau grafik dan logika….boleh diadu (iya gw tau gw sombong…Tanya aja sama mahasiswa yang diajar gw gimana ilmu yang gw ajarkan ngelotok soalnya gw kasih contoh pakai karet rambut dan kopi starbucks..hehehe :p).

Nah, ketika hal ini terjadi, missal si orang tua merasa bahwa ia bisa menjadi guru yang lebih baik bagi anaknya dibanding guru-guru yang ada di sekolah yang tersedia, maka gw akan bilang, silahkan. Bukan gw belagu, gw juga mempertimbangkan home schooling untuk alasan ini bila bayu dipindah ke sebuah kota kecil yang SDnya tidak ada guru yang memenuhi kriteria gw. bagaimana cara gw mengetahuinya, niat gw sih gw coba dulu anak gw sekolah disana agak beberapa bulan, gw lihat bagaimana sang guru memberikan tugas, sang guru menjelaskan, dsb. Ketka gw pikir, it’s better when I’m doing it, maka gw akan Tarik anak-anak gw untuk homeschooling, TAPI tetap kursus matematika diluaran (gw mengakui bahwa gw lemah di math).

Mungkin kita bisa berfikiran seperti itu (homeschooling) di kota kecil, Tapi di kota besar? Lo tau nggak bahwa banyaaakkkk…banget sekolah yang tersedia yang lo sanggup bayar dan gw yakin banyak guru yang jauh lebih baik daripada lo untuk anak lo. Kenapa gw bilang begitu? Anak lo bukan lo. Kalau lo ngotot homeschooling anak lo tanpa lo belajar SEMUA mata pelajaran dengan berimbang, maka percaya sama gw, anak lo akan seperti lo. Memiliki kelemahan dan kelebihan yang sama dengan lo. Padahal, seperti abe dan athir, bisa saja athir dan abe hebat di art atau bahkan di math, which I sucks in.menurut gw, itu namanya gw membunuh bakat anak gw dan menjadikan dia menjadi seperti gw. Nah, apabila lo sudah yakin banget bahwa lo pasti lebih baik daripada SEMUA guru yang lo sanggup bayar yang ada di kota lo dan lo yakin lo bisa mengajarkan semua dan tetap mengembangkan bakat anak lo, I might say, go for it! Home schooling is the best option for your child. Karena, kita pasti pengen anak kita diajar oleh guru terbaik kan? If you feel that you’re the best teacher for your child, go for it :)



3. Melindungi anak dari masalah social.
Dari artikel yang ada di atas yang gw baca, sebagian besar orang tua memilih home schooling adalah untuk menghindari masalah social. Apa definisi masalah social? Ketika sekolah sudah mengajarkan hal yang baik dan benar, kemudian anak kita terpengaruh teman-temannya yang kita tidak tahu orangtuanya mengajarkan (atau tidak mengajarkan) apa saja kepada anaknya. Bahkan hal buruk bisa terjadi, seperti kasus JIS dan kasus Makassar. Subhanallah…… :((

Honestly, ini ketakutan terbesar gw dari sekolah dibanding kedua hal diatas. Kenapa? Because you can’t control other people outside yourself. Tolong dicatet, u can’t control ANYONE but yourself. ANYONE termasuk anak lo dan suami lo. Lo bisa ngontrol suami lo untuk tidak selingkuh dan tidak korupsi? No you can’t! lo Cuma bisa menjaga dan memberikan saran. That’s so much you can do. Nah bagaimana dengan home schooling untuk menghindari masalah social anak?

Seriously, sampai anak lo lulus sekolah, lo bisa mengontrol itu. How cool is that, huh? Dengan home schooling lo tau anak lo belajar apa aja, main sama siapa saja, bahkan anak lo main dengan orang-orang yang lo pilih. Kenapa begitu? Ya lo pasti hang out sama temen-temen lo doang kan? Anak lo diajak. Kalaupun anak lo ketemu dengan orang yang sama sekali lo ga kenal, paling dalam waktu sebentar. Missal, summer camp, kegiatan bakti social. Pernah ga terbayang di otak lo mereka (anak lo) ketemu semua orang yang tidak bisa lo atau anak lo control dalam daily basis? Di dunia kerja? Kira-kira gimana?. Kalau Cuma summer camp, kalau nggak suka, tinggallin aja ga usah ngobrol sama dia. 3 bulan selesai. Bayangkan ketika orang yang tidak dia suka adalah boss nya di tempat kerja atau klien-nya ketika dia buka usaha atau jadi artis atau apapun?
Yes, ayah eddy dan orang tua yang pro bisa bilang bahwa kehidupan social anak tidak akan terpengaruh karena home schooling. Tapi coba lo pikir, alber Einstein, Thomas alpha Edison, dan si professor yang dijelaskan di artikel ayah edy tadi, lo piker mereka punya teman yang banyak? Iya gw tau mereka pinter, dan Iya gw tau mereka juga bisa bergaul. Bahkan ada yang katanya masuk unpad ya? Tapi apa mereka punya banyak teman dari banyak kalangan? Sekarang bayangkan ketika anak lo tipenya social abis. Atau orang-orang yang kerja di bidang marketing communication atau bagian Public relation. Kira-kira gimana?

Balik ke masalah ini, ketika lo home schooling hanya karena masalah social, pertanyaan gw Cuma satu. Yakin lo???


OPINI GW MENGENAI HOME SCHOOLING
Ketika lo masih punya pilihan sekolah, kalau gw sih sebaiknya anak bersekolah di sekolah luar rumah. Kenapa begitu, ya arena sebenarnya tanpa lo sadari atau tidak, orang tua lah guru sebenarnya dari anak. Nah, bayangkan ketika lo menyekolahkan anak lo di sekolah umum, namun lo masih bisa ‘mengontrol’ mereka dari rumah. Bukankah itu yang terbaik? Iya gw tau ini susah. Gw pribadi, if I knew that being a mom is gonna be this hard, I won’t signed myself for this. Tapi apa daya kan, anak bukan barang elektronik yang bisa lo beli trus kalau lo ga suka uang lo bisa kembali atau ada garansi bisa tukar kan? Hehehe. Plus, kalau lo beragama, coba lo pikir pahalanyaaaa…..bisa bikin dosa-dosa lo berimbang…. Hohoho… *kekepin athir abe* dengan catatan….lo udah jadi orang tua yang baik *nunduk* *sigh*

Ada hal lucu yang gw lihat dari artikel ayah eddy. Bahwa di home schooling ayah eddy bisa dilakukan oleh ibu atau ayah yang menjadi guru. Namun bila keduanya bekerja, maka anak dibawa ke komunitas atau ortu menunjuk guru pribadi yang bisa disediakan sekolah atau ditunjuk oleh ortu untuk menjadi guru. Lha itu bukannya sama aja seperti lo sekolahin anak lo di sekolah biasa atau anak lo les privat? Lo malah lompat ke alasan ketiga kenapa lo sekolahin anak lo yaitu ‘membatasi’ kehidupan social anak dimana anak hanya bisa bertemu orang-orang yang lo approve (baik komunitas ataupun pribadi). Misal ternyata guru yang lo tunjuk itu yang melakukan hal jelek ke anak lo gimana? Lo tau kan bahwa yang melakukan abuse atau hal jelek kepada anak-anak biasanya orang terdekatnya. Terdekat apa? Terdekat fisik. Ketemu sering. Termasuk guru home schooling bila bukan lo atau suami lo yang jadi guru (termasuk nenek, tante, om, dan lain sebagainya).

Tadi malam, gw chat dengan salah satu senior gw, teh ami atau teteh Laksmi Wijayanti. Beliau adalah guru di cikal. Setelah ngobrol ngalor ngidul sampailah teh ami pada kesimpulan, apa home schooling aja ya? Karena teh ami pun merasa sekolah-sekolah yang ada pada saat ini adalah OVERPRICED (kenapa gw capital dan bold, I’ll get that later). Kemudian gw dan the ami diskusi. Gw menyampaikan hal yang gw sampaikan diatas. Kemudian sampailah teh ami pada kesimpulan, gw quote ya, “urusan sekolah anak memang kita tidak bisa percaya sepenuhnya kepada kurikulum dan apapun yang ada karena toh pasti berubah. Yang bisa kita lakukan adalah memonitor dan berdoa dengan tiada henti bahwa anak kita dilindungi oleh Allah” ada lagi quote yang gw suka dari teman-teman dan senior gw yang jago jago, teh ami, juga winny laksmi dewi, mbak renny nuril, mutia ending novianti, kilis rakmatika, mbak yoana salim, caroline ronauli, dan beberapa temen gw yang suka ngobrol sama gw tentang pendidikan anak. Kira-kira seperti ini “kita pasti tidak bisa menemukan sekolah yang 100% seperti maunya kita. Karena hal itu pasti subjektif. Pilihlah sekolah yang paling besar irisannya dengan yang kita mau, termasuk dengan kemampuan finansial kita”. Nah bila kita sambungkan dengan quote dari teh ami, gw rasa home schooling bukanlah pilihan utama lagi ketika kita hidup di kota besar, kan? Kembali ke OVERPRICED, pilihlah sekolah yang kita mampu, dan kemudian kita back up mati-matian anak kita dari rumah. Ga usah ngoyo pilih sekolah. Memang sih uangnya bisa buat macem2 daripada bayar sekolah mahal, mending beli mobil atau bayar sekolah? hehehe

Saran gw selanjutnya, jadilah orang tua yang kepo, nyinyir, reseh dan nyebelin. Trust me, it works. My mum and dad did that dan Alhamdulillah sampai sekarang gw belum pernah pakai drugs, tidak pernah minum alcohol, tidak kepikiran pindah agama walaupun gw terbuka dengan agama lain, teman gw banyak (ada yang junkie, ada yang gay, ada yang miskin, ada yang anaknya mentri) dan gw termasuk orang yang punya hati nurani. Bila lo memang paham betul apa tujuan lo untuk home schooling dan lo sudah punya rencana matang untuk anak lo kedepannya, silahkan home schooling :) tapi kalau tujuan lo random selama anak lo masih betakwa kepada tuhan, tidak melakukan hal yang dilaknat tuhan, mending sekolah umum aja, terus ortunya memantau dan juga mendidik apa yang tidak didapat atau kurang didapat disekolah dari rumah. Lagipula bukankah lebih indah untuk anak lo tahu bahwa ia selalu punya ortu yang bisa memberikan ia pelukan kapanpun ia butuhkan ketika ia pulang kerumah daripada memberikan pelukan kapanpun sang anak mau dan butuh (because life is a never ending struggle, kiddos. Your family will NOT ALWAYS BE THERE for you, be around you ). Gw kasih beberapa quote terakhir ya dari gw dan abe (yes, abe…dia ngomong ini ketika gw antar dia ke sekolah).

“melakukan dengan penuh hati-hati dan penuh pengawasan lebih baik daripada tidak melakukan sama sekali”

“u have to feel and see bad things so you know how good and beautiful things you had and have”

“when the cloud is darker, we know that the rain is coming, we have to prepare our raincoat, and after the rain is finished, the rainbow will come” (ini kalimatnya abe)

Note: gw bukan kontra home schooling. Bahkan gw mempertimbangkan home schooling untuk athir abe dengan tambahan kursus ini itu bila bayu dipindahkan ke kota terpencil :) lagipula, gw ga tahan kemana-mana di kintilin anak. Gw butuh udara segar jauh dari anak gw biar ada rasa kangen :p


-IBS-




Tidak ada komentar:

Posting Komentar